Deteksi tepi (Edge detection)

Diposting oleh Teknik Informatika IIc

Rabu, 14 April 2010

Deteksi Tepi


  • Deteksi tepi (Edge detection)adalah operasi yang dijalankan untuk mendeteksi garis tepi (edges)atau boundary untuk segmentasi, registrasi, dan identifikasi objek.
  • Edge adalah beberapa bagian dari citra di mana intensitas kecerahan berubahsecara drastis.
  • Dalam objek berdimensi 1, perubahan dapat diukur dengan menggunakan fungsi turunan (derivative function).
  • Perubahan mencapai maksimum pada saat nilai turunannya pertamanya mencapai nilai maksimum atau nilai turunan kedua (2ndderivative) bernilai 0.
10Edge Detection Using the Gradient

example:


example:
example:

example:

example:
Image Gradient
Perubahan intensitas kecerahan dapat dihitung dengan menggunakan gradient citra(image gradient).


example:
Edge Detection Using the Gradient
-Definition of the gradient:
-To save computations, the magnitude ofgradient is usually approximated by:

Example:
Gradient Magnitude
gradient magnitude. Gradient Magnitude dapat dihitung dengan cara:
Example:
Effects of noise
  • Consider a single row or column of the image
– Plotting intensity as a function of position gives a signal


Example:
Solution: smooth first
This saves us one operation:
Pelajri artikel selengkapnya: Download
Continue Reading

1 komentar:

Pemanfaatan Citra Satelit “SPOT” Untuk Melihat Kondisi Lingkungan Urban

Diposting oleh Teknik Informatika IIc

I. PENDAHULUAN


Seperti kita ketahui kualitas lingkungan urban merupakan salah satu perhatian kita semua mengingat manusia meletakkan sebagian besar aktivitasnya di daerah ini. Di daerah urban disamping sangat kental pengaruh dan tingkah laku serta kegiatan manusia dalam mempengaruhi kualitas lingkungan urban, dimana manusia sendiri di-identifikasikan sebagai “urban agent”. Seiring dengan kemajuan di berbagai bidang, urbanisasi yang tidak terkontrol tidak dapat dipungkiri merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kerusakan lingkungan urban itu sendiri.

Kita percaya bahwa manusia sendiri dengan tanpa sadar merupakan penyebab utama penurunan kualitas lingkungannya dan sekaligus juga merupakan penyumbang utama polusi untuk lingkungannya.

Dengan diperkenalkannya teknologi inderaja, harapan untuk memonitor dan secara bersamaan sebagai penyumbang data/informasi awal bagi perencana dan para pengambil keputusan agar secara benar menata, menjaga serta memperbaiki lingkungannya, terutama sekali kualitas lingkungan urbannya.

Konsep dari lingkungan yang umum adalah salah satu aspek utama dari integrasi sistem biologi secara global, kondisi ekologi dari habitat manusia, dalam hal ini termasuk aspek lingkungan sosial dan aspek lingkungan kebudayaan.

Jika dilihat dari sudut urban maka lingkungan urban adalah lanskap perkotaan yang merupakan interaksi antara manusia (populasi), daerah hijau, serta struktur buatan manusianya (bangunan, jalan dsb.). Mengingat banyaknya jenis ‘manusia’ daerah hijau serta struktur buatan manusianya, maka kombinasi antara ketiga komponen tersebut dapat bervariasi sesuai dengan interaksi yang terjadi dari ketiga komponen tersebut. Sehingga lanskap perkotaan dapat dikatakan sebagai hubungan tiga dimensi antara ‘manusia’, daerah hijau dan struktur buatan manusianya.

Didalam pembahasan makalah ini, pengolahan citra satelit inderaja yang dipergunakan, diupayakan untuk dapat meng-ekstraksi informasi mengenai komposisi liputan lahan daerah perkotaan sehingga dapat dilihat berapa banyak liputan daerah ynag pembangunannya teratur, pembangunannya kurang teratur (semrawut) maupun berapa banyak liputan daerah hijau yang ada. Dan untuk itu contoh yang diambil adalah daerah Jakarta dengan radius 10 km dari titik Monas dengan mempergunakan citra satelit inderaja (penginderaan jarak jauh) buatan Perancis: SPOT dengan resolusi pixel 20 x 20 meter dengan 3 band (mode multi spektral)


2. PENGOLAHAN CITRA


Material yang dipergunakan adalah citra satelit daerah Jakarta yang direkam oleh SPOT dengan tiga band yang mencakup liputan spektral :

Band 1: 0.50 ~ 0.59 micro-meter

Band 2: 0.61 ~ 0.68 micro-meter

Band 3: 0.79 ~ 0.89 micro-meter






Gambar 1. Citra SPOT daerah Jakarta, Tangerang dan Pulau Seribu


Citra satelit yang diperoleh adalah citra dalam bentuk digital dan sebelum dipergunakan maka citra harus diproses untuk mendapatkan tampilan serta kualitas citra yang baik agar sewaktu melaksanakan interpretasi maupun aplikasi “NVI” (Normalized Vegetation Index) diperoleh hasil yang memuaskan dan mempunyai kesalahan yang paling sedikit.

Proses yang dilaksanakan adalah apa yang disebut koreksi radiometrik dan koreksi geometrik. Koreksi radiometrik bertujuan untuk menghilangkan pengaruh haze, kekaburan citra, kekurangjelasan daya pisah unsur (untuk dapat membedakan unsur satu dengan yang lain), jadi untuk membuat agar citra terlihat “lebih tajam dan jelas detailnya”. Sedang koreksi geometrik bertujuan untuk menyesuaikan skala citra (dimensi luas) dan orientasi peta (arah utara).

Dengan demikian luasan yang diperoleh dalam analisa statistik akan sebanding dengan dimensi di lapangan sesuai dengan skala citra yang diinginkan.

Dengan telah di “koreksi” nya citra tersebut maka selanjutnya telah didapat suatu citra yang siap untuk diolah untuk mendapatkan “liputan lahan” agar dapat dibedakan antara tiga kelompok unsur liputan lahan yaitu: kelompok hijau (tumbuhan), air dan unsur buatan manusia.

Untuk ekstraksi ketiga kelompok unsur tersebut, banyak metoda yang dapat dipergunakan seperti : maksimum likelihood, clustering dan banyak lagi, tapi pada makalah ini dipilih metoda ekstraksi liputan lahan dengan menerapkan metoda “NVI” (Normalized Vegetation Index) yaitu melihat jumlah cakupan biomassa dari seluruh liputan citra yang diproses. Hal ini dipilih mengingat hubungannya dengan “hijau” yang sangat erat dengan lingkungan, yaitu kandungan “hijau” menyatakan masih “bersih”nya kondisi liputan lahan pada daerah urban tersebut.

3. PENGGUNAAN LAHAN DAN LIPUTAN LAHAN

Jakarta dengan pertumbuhan pembangunan yang sangat pesat sejak 20 tahun terakhir (kecuali pada “krismon”), berpengaruh juga pada pembangunan yang kurang terkontrol, dimana hanya sebagian saja dari daerah perkotaan yang tertata dan terencana dengan baik tapi pada beberapa bagian kota masih banyak yang semrawut sehingga menghasilkan daerah kumuh, maupun daerah yang sangat padat konsentrasi rumah-rumah yang ada.

Untuk mengetahui bagaimana kenampakan dari beberapa unsur liputan lahan tersebut dibawah ini disertakan sampel dari contoh-contoh penggunaan lahan serta liputan lahan yang diambil dari cuplikan citra SPOT tersebut.

Daerah dengan perumahan yang teratur akan terlihat sebagai keteraturan komposisi antara rumah-rumah, jaringan jalan serta tanaman pelindung (tanaman di pinggir jalan) (Gambar 3). Daerah dimana kondisi lingkungan yang kurang baik akan terlihat sebagai konsentrasi bangunan tanpa adanya maupun sangat sedikitnya pohon-pohon pelindung (Gambar 3). Daerah pabrik dan pergudangan sangat jelas terlihat dimana struktur bangunan individu yang besar terlihat berkelompok pada daerah tertentu (Gambar 3).







Gambar 3. Daerah teratur, daerah padat/kumuh dan pabrik


Daerah ‘kampung’ ditandai dengan adanya beberapa rumah yang dikelilingi oleh tetumbuhan (Gambar 4). Daerah rawa dan tambak terlihat dengan adanya unsur air yang jelas pada citra yaitu agak gelap kenampakannya (Gambar 4). Daerah yang diperuntukkan sebagai lapangan golf terlihat jelas karena lapangan golf mempunyai bentuk yang sangat spesifik (Gambar 4), demikian juga daerah reklamasi yang ditandai dengan adanya struktur ‘pagar’ untuk pembatas daerah yang akan direklamasi. (Gambar 5).






Gambar 4. Kampung, rawa dan lapangan golf






Gambar 5. Sawah dan daerah reklamasi

4. “NVI” (Normalized Vegetation Index)

Studi mengenai lingkungan urban, tidak dapat dipungkiri mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kondisi liputan lahan serta penggunaan lahan daerah urban tersebut. Juga tidak dapat disangkal bahwa pemetaan atas liputan lahan dan penggunaan lahan adalah sangat erat hubungannya dengan studi perihal vegetasi, tanaman, tanah dan biosfer.

Dalam hal studi ini penekanan atas kandungan “hijau” didapat dengan menganalisa citra SPOT dengan metoda NVI. Sebagai sesuatu yang esensial “hijau” merupakan unsur penting dalam lingkungan urban karena dengan adanya “hijau” tersebut kondisi kota dapat dikatakan lebih “sehat” untuk tempat tinggal.

Dengan adanya citra satelit SPOT, studi atas lingkungan urban dapat dilaksanakan dengan cakupan areal yang cukup luas hanya dengan satu rekaman citra (60 x 60 km), data SPOT tersebut dipergunakan untuk “melihat” nilai kandungan hijau yang dihubungkan dengan kondisi lingkungan urban.

Untuk mendapatkan cakupan hijau tersebut dipergunakan formula NVI yang mana merupakan rasio dari “channel visible”, dan “channel near infrared”. Channel dengan spektrum: 0.61 ~ 0.68 micro-meter merupakan band yang menyerap khloropil dari radiasi sinar matahari yang datang, sedang channel dengan spektrum: 0.79 ~ 0.89 micro-meter dimana struktur daun dengan ‘spongy mesophyll’ menyebabkan pantulan yang kuat dari radiasi sinar matahari yang datang. Kedua channel dengan sifat yang sangat kontras tersebut dimanfaatkan dengan memasukkan dalam formula rasio yang dibuat agar mempunyai hubungan yang sangat erat dengan parameter vegetasi seperti aktivitas biomassa dan ini dipergunakan untuk ‘memisahkan’ areal dengan liputan hijau.

Dengan mengetahui sifat tersebut maka formula NVI yang dipergunakan adalah rasio antara channel near infrared dikurangi dengan channel visible dibagi dengan channel near infrared ditambah dengan channel visible, hasil dari pembagian tersebut akan memperoleh cakupan nilai antara –1 sampai +1, dimana cakupan hijau bergerak dari tanpa ada aktivitas biomassa (-1) sampai maksimum aktivitas biomassa (+1) jadi antara gurun sampai dengan “evergreen”.


5. STATISTIK DARI HASIL INTERPRETASI CITRA


Dengan mengambil sampel sebagian area Jakarta yang mencakup radius 10 km dari Monas, maka perhitungan klasifikasi untuk dua macam cakupan yaitu yang benar-benar hijau dan yang benar-benar padat dengan bangunan (kumuh?) memberikan gambaran bahwa dengan penerapan NVI dapat diperoleh informasi tersebut. Untuk menentukan mana daerah yang benar-benar hijau dan kumuh, maka diadakan sampling citra yang telah dikenal dengan baik lokasi kedua komponen tersebut (seperti contoh sampel Gambar 3, 4 dan 5) maka didapat cakupan nilai NVI antara + 0.40 ~ + 0,66 untuk daerah liputan hijau dan untuk nilai NVI antara – 0.08 ~ - 0,03 merupakan daerah kumuh.

Hasil klasifikasi NVI antara daerah hijau, non hijau dan air adalah : daerah hijau (dari hutan kota sampai rumput) cakupan sebanyak 40,15%, daerah non hijau (bangunan, jalan, tanah kosong) cakupan sebanyak 58,05% dan yang terakhir yaitu air (danau, sungai, waduk dsb) cakupan sebanyak 1,8%. Hasil ini mencakup areal seluas 294.692.400 meter persegi sebagian daerah Jakarta (lihat Gambar 6).

Untuk melihat lebih rinci dari hasil klasifikasi daerah hijau lebat (hutan kota, pohon pelindung dan daerah pepohonan yang daunnya cukup lebat), serta daerah kumuh/ daerah dengan kepadatan bangunan yang sangat tinggi, hasil perhitungan jumlah cakupan kedua daerah tersebut dapat dilihat sebagai berikut :

· daerah hijau lebat: 3,5% dengan nilai NVI antara + 0.40 ~ + 0,66

· daerah kumuh : 13,2% dengan nilai NVI antara – 0.08 ~ - 0,03






Gambar 6. Luas daerah dengan radius 10 km yang berpusat

di Monas dan yang hanya mencakup area yang berwarna putih saja

adalah seluas = 294.692.400 meter persegi

Dengan mengkategorikan nilai NVI yang didapat, maka kelompok nilai NVI dilabelkan seperti tabel di bawah, dimana kategorinya didasarkan pada hasil aplikasi sampling dari unsur-unsur yang dikenal di citra tersebut dikorelasikan dengan keadaan lapangan (seperti Gambar 3,4 dan5).


Tabel 1. Kelompok nilai NVI berdasarkan hasil sampling

No.

Grup

Kategori

Nilai NVI

1.

AIR

Danau/ waduk

Sungai/ daerah basah

- 0,29

- 0,25

2.

BUKAN HIJAU

Jalan/ daerah perkerasan

Babrik

Pemukiman kumuh

Pemukiman padat

Pemukiman teratur

Daerah transisi hijau

- 0,21

- 0,11

- 0,08

- 0,03

+ 0,02

+ 0,07

3.

HIJAU

Rumput

Hijau 1

Hijau 2

Hijau 3

Hijau 4

Hijau 5

Hutan kota

+ 0.11

+ 0,17

+ 0,24

+ 0,33

+ 0,40

+ 0,49

+ 0,66


Dari hasil kategori NVI tersebut maka citra yang diperoleh adalah seperti Gambar 7 di bawah ini:






Gambar 7. Hasil final klasifikasi NVI untuk sebagian daerah Jakarta


6. KESIMPULAN


Dari hasil pengolahan dan pembahasan penggunaan citra satelit SPOT tersebut didapat beberapa rangkuman :

· Secara umum citra SPOT dengan resolusi 20 x 20 mtr/ pixel dapat memberikan gabaran umum mengenai daya pisah kelompok unsur yaitu kelompok air, kelompok tumbuhan dan kelompok buatan manusia, tetapi dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat dewasa ini, resolusi satelit terus meningkat ke arah resolusi 1 x 1 mtr. Jadi tinggal dipilih antara kepentingan dengan biaya untuk mendapatkan data citra tersebut.

· Untuk meningkatkan daya pisah unsur pada citra dapat diterapkan fusi citra antara resolusi rendah dengan resolusi tinggi, sehingga dari beban ekonomi dan tujuan semuanya memuaskan.

· Banyak cara yang dapat diperoleh dalam melaksanakan klasifikasi liputan lahan, tapi NVI yang dipilih berdasarkan hubungan yang erat antara jumlah ‘hijau’ dengan kualitas lingkungan di daerah urban.

· Secara spasial citra dapat memberikan cakupan dan konfigurasi secara terintegrasi antara komponen-komponen pembentuk kota dan dengan memisahkan unsur-unsur tersebut dapat dilihat secara awal areal liputan, kondisi liputan serta keterkaitan antara unsur-unsur liputan yang ada.

· Dengan demikian citra inderaja dengan resolusi tinggi dapat digunakan sebagai alat untuk membantu didalam pelaksanaan dan pemantauan pengembangan daerah urban dan pembagunan perumahan.


Continue Reading

0 komentar:

Steganografi dan Watermarking

Diposting oleh Teknik Informatika IIc

Senin, 05 April 2010

1. Definisi Steganografi

Steganografi adalah teknik penyembunyian data rahasia ke dalam sebuah wadah (media) sehingga data yang disembunyikan sulit dikenali oleh indera manusia.

Steganografi membutuhkan dua properti: wadah penampung dan data rahasia yang akan disembunyikan.

Steganografi digital menggunakan media digital sebagai wadah penampung, misalnya citra, suara, teks, dan video. Data rahasia yang disembunyikan juga dapat berupa citra, suara, teks, atau video.

Penggunaan steganografi antara lain bertujuan untuk menyamarkan eksistensi (keberadaan) data rahasia sehingga sulit dideteksi, dan melindungi hak cipta suatu produk.

Steganografi dapat dipandang sebagai kelanjutan kriptografi. Jika pada kriptografi, data yang telah disandikan (ciphertext) tetap tersedia, maka dengan steganografi ciphereteks dapat disembunyikan sehingga pihak ketiga tidak mengetahui keberadaannya.

2. Kriteria Steganografi yang Bagus

Steganografi yang dibahas di sini adalah penyembunyian data di dalam citra digital. Meskipun demikian, penyembunyian data dapat juga dilakukan pada wadah berupa suara digital, teks, ataupun video.

Penyembunyian data rahasia ke dalam citra digital akan mengubah kualitas citra tersebut. Kriteria yang harus diperhatikan dalam penyembunyian data adalah:

1. Mutu citra penampung tidak jauh berubah. Setelah penambahan data rahasia, citra hasil steganografi masih terlihat dengan baik. Pengamat tidak mengetahui kalau di dalam citra tersebut terdapat data rahasia.

2. Data yang disembunyikan harus tahan terhadap manipulasi yang dilakukan pada citra penampung. Bila pada citra dilakukan operasi pengolahan citra, maka data yang disembunyikan tidak rusak.

3. Data yang disembunyikan harus dapat diungkapkan kembali (recovery).

3. Teknik Penyembunyian Data

Penyembunyian data dilakukan dengan mengganti bit-bit data di dalam segmen citra dengan bit-bit data rahasia. Salah satu metode penyembunyian data yang sederhana adalah LSB Modification.

Perhatikan contoh sebuah susunan bit pada sebuah byte:








Bit yang cocok untuk diganti adalah bit LSB, sebab perubahan tersebut hanya mengubah nilai byte satu lebih tinggi atau satu lebih rendah dari nilai sebelumnya. Misalkan byte tersebut menyatakan warna keabuan tertentu, maka perubahan satu bit LSB tidak mengubah warna keabuan tersebut secara berarti. Lagi pula, mata manusia tidak dapat membedakan perubahan yang kecil.

Misalkan segmen data citra sebelum perubahan:












Untuk memperkuat teknik penyembunyian data, bit-bit data rahasia tidak digunakan mengganti byte-byte yang berurutan, namun dipilih susunan byte secara acak. Misalnya jika terdapat 50 byte dan 6 bit data yang akan disembunyikan, maka maka byte yang diganti bit LSB-nya dipilih secara acak, misalkan byte nomor 36, 5, 21, 10, 18, 49.

Bilangan acak dibangkitkan dengan pseudo-random-number-generator (PRNG) kriptografi. PRNG kriptografi sebenarnya adalah algoritma kriptografi yang digunakan untuk enkripsi. PRNG dibangun dengan algoritma DES (Data Encryption Standard), algoritma hash MD5, dan mode kriptografi CFB (Chiper-Feedback Mode). Tujuan dari enkripsi adalah menghasilkan sekumpulan bilangan acak yang sama untuk setiap kunci enkripsi yang sama. Bilangan acak dihasilkan dengan cara memilih bit-bit dari sebuah blok data hasil enkripsi.


Teknik penggantian bit pada citra bukan 24-bit.

Sebelum melakukan penggantian bit LSB, semua data citra yang bukan tipe 24-bit diubah menjadi format 24-bit. Jadi, setiap data pixel sudah mengandung komponen RGB.

Setiap byte di dalam data bitmap diganti satu bit LSB-nya dengan bit data yang akan disembunyikan. Jika byte tersebut merupakan komponen hijau (G), maka penggantian 1 bit LSB-nya hanya mengubah sedikit kadar warna hijau, dan perubahan ini tidak terdeteksi oleh mata manusia.

Teknik penggantian bit pada citra 24-bit.

Karena data bitmap pada citra 24-bit sudah tersusun atas komponen RGB, maka tidak perlu dilakukan perubahan format.

Setiap byte di dalam data bitmap diganti satu bit LSB-nya dengan bit data yang akan disembunyikan.

Perubahan Jumlah Warna

Pada citra 8-bit, jumlah warna terbatas, hanya 256 warna. Pengubahan format citra 8-bit menjadi 24-bit akan menghasilkan warna baru (yang semula tidak terdapat di dalam palet RGB). Setiap elemen RGB pada tabel palet berpotensi menjadi 8 warna berbeda setekah proses penggantian bit LSB. Hal ini karena setiap data bitmap terdiri atas 3 byte, maka tersedia 3 bit LSB untuk penggantian. Penggantian 3 bit LSB menghasilkan 23 = 8 kombinasi warna. Dengan demikian, steganografi pada citra 256 warna berpotensi menghasilkan 256 ´ 8 = 2048 warna.


Algoritma Diversity

1. Buat histogram citra. Warna yang frekuensi kemunculannya 0 dibuang karena tidak akan digunakan.

2. Pilih warna dengan frekuensi kemunculan tertinggi sebagai warna patokan. Masukkan warna ini ke dalam senarai warna terpilih.

3. Cari warna yang mempunyai perbedaan terjauh dengan warna patokan. Masukkan warna tersebut ke dalam senarai warna terpilih. Perbedaan dua buah warna dihitung dengan rumus jarak Euclidean:

d = { (r1r2)2 + (g1g2)2 + (b1b2)2 }1/2

yang dalam hal ini, r1, g1, dan b1 adalah komponen RGB dari warna pertama, dan r2, g2, dan b2 adalah komponen RGB dari warna kedua.

4. Untuk setiap warna yang tersisa di dalam list, hitung jaraknya dari masing-masing warna di dalam senarai warna terpilih. Ambil warna yang paling jauh berbeda dengan warna yang sudah dipilih. Lakukan langkah 4 ini berulang kali sampai k warna sudah terpilih.

4. Ukuran Data Yang Disembunyikan

Ukuran data yang akan disembunyikan bergantung pada ukuran citra penampung. Pada citra 8-bit yang berukuran 256 ´ 256 pixel terdapat 65536 pixel, setiap pixel berukuran 1 byte. Setelah diubah menajdi citra 24-bit, ukuran data bitmap menjadi 65536 ´ 3 = 196608 byte. Karena setiap byte hanya bisa menyembunyikan satu bit di LSB-nya, maka ukuran data yang akan disembunyikan di dalam citra maksimum 196608/8 = 24576 byte. Ukuran data ini harus dikurangi dengan panjang nama berkas, karena penyembunyian data rahasia tidak hanya menyembunyikan isi data tersebut, tetapi juga nama berkasnya.

Semakin besar data disembunyikan di dalam citra, semakin besar pula kemungkinan data tersebut rusak akibat manipulasi pada citra penampung.


5. Watermarking

Salah satu karya intelektual yang dilindungi adalah barang dalam bentuk digital, seperti software dan produk multimedia seperti teks, musik (dalam format MP3 atau WAV), gambar/citra (image), dan video digital (VCD). Selama ini penggandaan atas produk digital tersebut dilakukan secara bebas dan leluasa. Pemegang hak cipta atas produk digital tersebut tentu dirugikan karena ia tidak mendapat royalti dari usaha penggandaan tersebut.

Salah satu cara untuk melindungi hak cipta multimedia (gambar/foto, suara, teks, video) adalah dengan menyisipkan informasi ke dalam data multimedia tersebut dengan teknik watermarking. Informasi yang disisipkan ke dalam data multimedia disebut watermark, dan watermark dapat dianggap sebagai sidik digital (digital signature) atau stempel digital dari pemilik yang sah atas produk multimedia tersebut.

Pemberian signature dengan teknik watermarking ini dilakukan sedemikian sehingga informasi yang disisipkan tidak merusak data digital yang dilindungi. Sehingga, seseorang yang membuka produk multimedia yang sudah disisipi watermark tidak menyadari kalau di dalam data multimedia tersebut terkandung label kepemilikan pembuatnya.

Jika ada orang lain yang mengklaim bahwa produk multimedia yang didapatkannya adalah miliknya, maka pemegang hak cipta atas karya multimedia tersebut dapat membantahnya dengan mengekstraksi watermark dari dalam data multimedia yang disengketakan. Watermark yang diekstraksi dibandingkan dengan watermark pemegang hak cipta. Jika sama, berarti memang dialah pemegang hak cipta produk multimedia tersebut.

Pada dasarnya, teknik watermarking adalah proses menambahkan kode identifikasi secara permanen ke dalam data digital. Kode identifikasi tersebut dapat berupa teks, gambar, suara, atau video. Selain tidak merusak data digital produk yang akan dilindungi, kode yang disisipkan seharusnya memiliki ketahanan (robustness) dari berbagai pemrosesan lanjutan seperti pengubahan, transformasi geometri, kompresi, enkripsi, dan sebagainya. Sifat robustness berarti data watermark tidak terhapus akibat pemrosesan lanjutan tersebut.

Gambar 4 memperlihatkan sebuah gambar (image) paprika yang disisipi dengan watermark berupa gambar hitam putih yang menyatakan identifikasi pemiliknya (Shanty). Perhatikanlah bahwa setelah disisipi watermark, gambar paprika tetap kelihatan mulus, seolah-olah tidak pernah disisipi watermark sebelumnya. Sebenarnya tidaklah demikian, gambar paprika tersebut mengalami sedikit perubahan akibat watermarking, namun mata manusia mempunyai sifat kurang peka terhadap perubahan kecil ini, sehingga manusia sukar membedakan mana gambar yang asli dan mana gambar yang sudah disisipi watermark.













Pada dasarnya, teknik watermarking adalah proses menambahkan kode identifikasi secara permanen ke dalam data digital. Kode identifikasi tersebut dapat berupa teks, gambar, suara, atau video. Selain tidak merusak data digital produk yang akan dilindungi, kode yang disisipkan seharusnya memiliki ketahanan (robustness) dari berbagai pemrosesan lanjutan seperti pengubahan, transformasi geometri, kompresi, enkripsi, dan sebagainya. Sifat robustness berarti data watermark tidak terhapus akibat pemrosesan lanjutan tersebut.


Untuk lebih jelasnya silahkan download dilink ini:

Download

Continue Reading

0 komentar:

Powered By Blogger

About Me

Foto Saya
Teknik Informatika IIc
Ahmad Ni'ami Wafi (101) Faishol Murdhani A.N (103)
Lihat profil lengkapku