Senin, 05 April 2010
Steganografi adalah teknik penyembunyian data rahasia ke dalam sebuah wadah (media) sehingga data yang disembunyikan sulit dikenali oleh indera manusia.
Steganografi membutuhkan dua properti: wadah penampung dan data rahasia yang akan disembunyikan.
Steganografi digital menggunakan media digital sebagai wadah penampung, misalnya citra, suara, teks, dan video. Data rahasia yang disembunyikan juga dapat berupa citra, suara, teks, atau video.
Penggunaan steganografi antara lain bertujuan untuk menyamarkan eksistensi (keberadaan) data rahasia sehingga sulit dideteksi, dan melindungi hak cipta suatu produk.
Steganografi dapat dipandang sebagai kelanjutan kriptografi. Jika pada kriptografi, data yang telah disandikan (ciphertext) tetap tersedia, maka dengan steganografi ciphereteks dapat disembunyikan sehingga pihak ketiga tidak mengetahui keberadaannya.
2. Kriteria Steganografi yang Bagus
Steganografi yang dibahas di sini adalah penyembunyian data di dalam citra digital. Meskipun demikian, penyembunyian data dapat juga dilakukan pada wadah berupa suara digital, teks, ataupun video.
Penyembunyian data rahasia ke dalam citra digital akan mengubah kualitas citra tersebut. Kriteria yang harus diperhatikan dalam penyembunyian data adalah:
1. Mutu citra penampung tidak jauh berubah. Setelah penambahan data rahasia, citra hasil steganografi masih terlihat dengan baik. Pengamat tidak mengetahui kalau di dalam citra tersebut terdapat data rahasia.
2. Data yang disembunyikan harus tahan terhadap manipulasi yang dilakukan pada citra penampung. Bila pada citra dilakukan operasi pengolahan citra, maka data yang disembunyikan tidak rusak.
3. Data yang disembunyikan harus dapat diungkapkan kembali (recovery).
3. Teknik Penyembunyian Data
Penyembunyian data dilakukan dengan mengganti bit-bit data di dalam segmen citra dengan bit-bit data rahasia. Salah satu metode penyembunyian data yang sederhana adalah LSB Modification.
Perhatikan contoh sebuah susunan bit pada sebuah byte:
Bit yang cocok untuk diganti adalah bit LSB, sebab perubahan tersebut hanya mengubah nilai byte satu lebih tinggi atau satu lebih rendah dari nilai sebelumnya. Misalkan byte tersebut menyatakan warna keabuan tertentu, maka perubahan satu bit LSB tidak mengubah warna keabuan tersebut secara berarti. Lagi pula, mata manusia tidak dapat membedakan perubahan yang kecil.
Misalkan segmen data citra sebelum perubahan:
Untuk memperkuat teknik penyembunyian data, bit-bit data rahasia tidak digunakan mengganti byte-byte yang berurutan, namun dipilih susunan byte secara acak. Misalnya jika terdapat 50 byte dan 6 bit data yang akan disembunyikan, maka maka byte yang diganti bit LSB-nya dipilih secara acak, misalkan byte nomor 36, 5, 21, 10, 18, 49.
Bilangan acak dibangkitkan dengan pseudo-random-number-generator (PRNG) kriptografi. PRNG kriptografi sebenarnya adalah algoritma kriptografi yang digunakan untuk enkripsi. PRNG dibangun dengan algoritma DES (Data Encryption Standard), algoritma hash MD5, dan mode kriptografi CFB (Chiper-Feedback Mode). Tujuan dari enkripsi adalah menghasilkan sekumpulan bilangan acak yang sama untuk setiap kunci enkripsi yang sama. Bilangan acak dihasilkan dengan cara memilih bit-bit dari sebuah blok data hasil enkripsi.
Teknik penggantian bit pada citra bukan 24-bit.
Sebelum melakukan penggantian bit LSB, semua data citra yang bukan tipe 24-bit diubah menjadi format 24-bit. Jadi, setiap data pixel sudah mengandung komponen RGB.
Setiap byte di dalam data bitmap diganti satu bit LSB-nya dengan bit data yang akan disembunyikan. Jika byte tersebut merupakan komponen hijau (G), maka penggantian 1 bit LSB-nya hanya mengubah sedikit kadar warna hijau, dan perubahan ini tidak terdeteksi oleh mata manusia.
Teknik penggantian bit pada citra 24-bit.
Karena data bitmap pada citra 24-bit sudah tersusun atas komponen RGB, maka tidak perlu dilakukan perubahan format.
Setiap byte di dalam data bitmap diganti satu bit LSB-nya dengan bit data yang akan disembunyikan.
Perubahan Jumlah Warna
Pada citra 8-bit, jumlah warna terbatas, hanya 256 warna. Pengubahan format citra 8-bit menjadi 24-bit akan menghasilkan warna baru (yang semula tidak terdapat di dalam palet RGB). Setiap elemen RGB pada tabel palet berpotensi menjadi 8 warna berbeda setekah proses penggantian bit LSB. Hal ini karena setiap data bitmap terdiri atas 3 byte, maka tersedia 3 bit LSB untuk penggantian. Penggantian 3 bit LSB menghasilkan 23 = 8 kombinasi warna. Dengan demikian, steganografi pada citra 256 warna berpotensi menghasilkan 256 ´ 8 = 2048 warna.
Algoritma Diversity
1. Buat histogram citra. Warna yang frekuensi kemunculannya 0 dibuang karena tidak akan digunakan.
2. Pilih warna dengan frekuensi kemunculan tertinggi sebagai warna patokan. Masukkan warna ini ke dalam senarai warna terpilih.
3. Cari warna yang mempunyai perbedaan terjauh dengan warna patokan. Masukkan warna tersebut ke dalam senarai warna terpilih. Perbedaan dua buah warna dihitung dengan rumus jarak Euclidean:
d = { (r1 – r2)2 + (g1 – g2)2 + (b1 – b2)2 }1/2
yang dalam hal ini, r1, g1, dan b1 adalah komponen RGB dari warna pertama, dan r2, g2, dan b2 adalah komponen RGB dari warna kedua.
4. Untuk setiap warna yang tersisa di dalam list, hitung jaraknya dari masing-masing warna di dalam senarai warna terpilih. Ambil warna yang paling jauh berbeda dengan warna yang sudah dipilih. Lakukan langkah 4 ini berulang kali sampai k warna sudah terpilih.
4. Ukuran Data Yang Disembunyikan
Ukuran data yang akan disembunyikan bergantung pada ukuran citra penampung. Pada citra 8-bit yang berukuran 256 ´ 256 pixel terdapat 65536 pixel, setiap pixel berukuran 1 byte. Setelah diubah menajdi citra 24-bit, ukuran data bitmap menjadi 65536 ´ 3 = 196608 byte. Karena setiap byte hanya bisa menyembunyikan satu bit di LSB-nya, maka ukuran data yang akan disembunyikan di dalam citra maksimum 196608/8 = 24576 byte. Ukuran data ini harus dikurangi dengan panjang nama berkas, karena penyembunyian data rahasia tidak hanya menyembunyikan isi data tersebut, tetapi juga nama berkasnya.
Semakin besar data disembunyikan di dalam citra, semakin besar pula kemungkinan data tersebut rusak akibat manipulasi pada citra penampung.
5. Watermarking
Salah satu karya intelektual yang dilindungi adalah barang dalam bentuk digital, seperti software dan produk multimedia seperti teks, musik (dalam format MP3 atau WAV), gambar/citra (image), dan video digital (VCD). Selama ini penggandaan atas produk digital tersebut dilakukan secara bebas dan leluasa. Pemegang hak cipta atas produk digital tersebut tentu dirugikan karena ia tidak mendapat royalti dari usaha penggandaan tersebut.
Salah satu cara untuk melindungi hak cipta multimedia (gambar/foto, suara, teks, video) adalah dengan menyisipkan informasi ke dalam data multimedia tersebut dengan teknik watermarking. Informasi yang disisipkan ke dalam data multimedia disebut watermark, dan watermark dapat dianggap sebagai sidik digital (digital signature) atau stempel digital dari pemilik yang sah atas produk multimedia tersebut.
Pemberian signature dengan teknik watermarking ini dilakukan sedemikian sehingga informasi yang disisipkan tidak merusak data digital yang dilindungi. Sehingga, seseorang yang membuka produk multimedia yang sudah disisipi watermark tidak menyadari kalau di dalam data multimedia tersebut terkandung label kepemilikan pembuatnya.
Jika ada orang lain yang mengklaim bahwa produk multimedia yang didapatkannya adalah miliknya, maka pemegang hak cipta atas karya multimedia tersebut dapat membantahnya dengan mengekstraksi watermark dari dalam data multimedia yang disengketakan. Watermark yang diekstraksi dibandingkan dengan watermark pemegang hak cipta. Jika sama, berarti memang dialah pemegang hak cipta produk multimedia tersebut.
Pada dasarnya, teknik watermarking adalah proses menambahkan kode identifikasi secara permanen ke dalam data digital. Kode identifikasi tersebut dapat berupa teks, gambar, suara, atau video. Selain tidak merusak data digital produk yang akan dilindungi, kode yang disisipkan seharusnya memiliki ketahanan (robustness) dari berbagai pemrosesan lanjutan seperti pengubahan, transformasi geometri, kompresi, enkripsi, dan sebagainya. Sifat robustness berarti data watermark tidak terhapus akibat pemrosesan lanjutan tersebut.
Gambar 4 memperlihatkan sebuah gambar (image) paprika yang disisipi dengan watermark berupa gambar hitam putih yang menyatakan identifikasi pemiliknya (Shanty). Perhatikanlah bahwa setelah disisipi watermark, gambar paprika tetap kelihatan mulus, seolah-olah tidak pernah disisipi watermark sebelumnya. Sebenarnya tidaklah demikian, gambar paprika tersebut mengalami sedikit perubahan akibat watermarking, namun mata manusia mempunyai sifat kurang peka terhadap perubahan kecil ini, sehingga manusia sukar membedakan mana gambar yang asli dan mana gambar yang sudah disisipi watermark.
Pada dasarnya, teknik watermarking adalah proses menambahkan kode identifikasi secara permanen ke dalam data digital. Kode identifikasi tersebut dapat berupa teks, gambar, suara, atau video. Selain tidak merusak data digital produk yang akan dilindungi, kode yang disisipkan seharusnya memiliki ketahanan (robustness) dari berbagai pemrosesan lanjutan seperti pengubahan, transformasi geometri, kompresi, enkripsi, dan sebagainya. Sifat robustness berarti data watermark tidak terhapus akibat pemrosesan lanjutan tersebut.
Untuk lebih jelasnya silahkan download dilink ini:
0 komentar:
Posting Komentar